Ya Allah, perkuatlah Islam dengan salah satu dari dua 'Amr yang lebih Kau cintai: 'Umar ibn Al Khaththab atau 'Amr ibn Hisyam."
Inilah doa Sang Rasul, lalu Allah pun menjawabnya dengan Islamnya 'Umar ibnul Khaththab.
Sosok ini, 'Umar ibnul Khaththab, bagi saya pribadi sangat membekas.
'Umar yang ketika masa sebelum memeluk Islam merupakan sosok yang
paling menentang dakwah Rasul, namun siapa sangka ketika suatu saat ia
memeluk Islam dan menjadi salah satu shahabiyah yang utama.
Siapa sangka, ia yang dulunya menentang Islam, mengubur anak
perempuannya hidup-hidup, memakan roti yang disembahnya, dan
serangkaian hal lainnya, kini berubah drastis, ia berubah karena iman
yang tumbuh di dalam hatinya. Islam yang menancap kuat di pikirannya,
dan ihsan yang meresap dalam hatinya.
Sebuah suara dari adiknya, Fatimah binti Khaththab yang membaca surat Thaha, yang mulai membuka hatinya untuk Islam.
Ia sempat meminta kepada adiknya dengan kasar untuk memberikan lembaran
firman Illahi, tetapi adiknya mengatakan bahwa 'Umar tak pantas
memegangnya karena ia kafir. Lalu, 'Umar pun mandi dan akhirnya dengan
terheran Fatimah memberikan lembaran tersebut, seketika tersentuhlah
hati 'Umar, ia meminta adiknya menunjukkan tempat di mana Rasulullah dan
sahabat yang lainnya berkumpul.
"Arqam ibn Abi Arqam." Jawab adiknya.
'Umar pergi ke sana, ia bahkan sempat dihadang Hamzah ibn 'Abdul
Muthallib, namun Rasulullah memintanya melepas 'Umar. Lalu, 'Umar pun
berislam, ia bersyahadat di hadapan Rasul dan sahabat yang lain. Dan
Allahu Akbar! Islam kini bertambah kuat dengan islamnya 'Umar.
Di masa setelah islamnya 'Umar inilah dakwah Islam secara
terang-terangan terjadi. Ia dengan mantap dan tak kenal takut berkata,
"Bukankah kita berada di atas kebenaran? Bukankah mereka berada di atas
kebathilan? Bukankah kalau kita mati, kita akan amsuk surga sedang
mereka masuk neraka?"
Saat hijrah, ia berkata dengan penuh keberanian, "Siapa yang ingin
seorang anak menjadi yatim, istri menjadi janda, dan ibu kehilangan
anaknya maka datanglah ke sini." Ia menentang musuh yang ingin
mengahalanginya untuk hijrah ke Yastrib yang kemudian menjadi Madinah
ketika Nabi datang.
'Umar, ia merasa mulia dengan Islam, ia berkata, "Wahai kaum Muslimin,
kita dulu dalam keadaan yang hina dina, kemudian Islam datang dan kita
menjadi mulia karenanya. Camkanlah, jika kita meninggalkan Islam
setelah ini, maka Allah tentu akan kembali menghinakan diri kita."
Dashyatnya 'Umar, bahkan syaithan pun lari tunggang langgang apabila 'Umar akan berjalan melewati tempat syaithan berkumpul.
'Umar ibn Khathtab, sebuah nama yang menggetarkan.
Pada masa kekhalifahan 'Umar, terjadilah berbagai perkembangan pesat.
Di masanya, Islam tersebar luas, bahkan sampai Afrika. Banyak daerah
yang berada dalam wilayah Islam, Mesir, Kufah, Bashrah, dan masih
banyak lagi.
Dari segi kepemimpinan, ia amat patut dicontoh, pernah suatu ketika ia
mengangkut karung gandum dan membawanya kepada seorang perempuan tua
ketika didapatinya perempuan itu memasak batu agar anak-anaknya
tertidur. Ia amat peduli terhadap rakyatnya, ia berkata, "Akulah
sejelek-jelek pemimpin apabila aku kenyang sedang rakyatku kelaparan."
'Umar ibn Khaththab, sebuah nama yang menggetarkan.
Ketegasannya tak usah diragukan, segar dalam ingatan ketika ia menegur
Amr ibn Al Ash, yang menjadi Gubernur Mesir dengan memberikannya
seonggok tulang unta dengan garis lurus di tengahnya layaknya huruf
alif serta garis yang membagi garis yang pertama ketika seorang Yahudi
tua mengadu karena rumahnya digusur paksa.
Ia mengganti Sa'd ibn Waqqash dari Gubernur Kufah karena tidak sreg dengan rakyatnya.
Ia mencopot Khalid ibn Walid -Pedang Allah yang Terhunus- dari jabatan Panglima karena khawatir terjadi lagi kesalahan fatal.
Di zamannya, terjadilah penyebaran Alquran ke berbagai wilayah baru Islam.
Jika di zaman Abu Bakr terjadi pengumpulan dan penyusunan Alquran, maka
di zaman 'Umar, Alquran disebar, juga dengan disebarnya para sahabat
untuk mengajarkan Alquran. Sebut saja Ibnu Mas'ud ke Kufah, sepuluh
orang sahabat ke Bashrah, Muadz, 'Ubadah, dan Abud Darda ke Palestina.
Ia juga menyuruh Abud Darda ke Damaskus -setelah tugasnya di Palestina
selesai. Di ibukota, diamanahilah Yazid ibn 'Abdullah ibn Qusait untuk
mengajari Alquran di kalangan Badui, dan melantik Abu Sufyan untuk
menjadi inspektur, berkeliling sejauh mana orang-orang belajar Alquran.
Dan menunjuk tiga sahabat untuk bertugas di dalam kota dan diberi upah
15 dirham.
'Umar ibn Khaththab, nama yang menggetarkan.
Ia seringkali menangis karena teringat dosa-dosanya di masa lampau, dan terkadang tertawa mengingat kebodohonnya di masa lalu.
Dahsyatnya 'Umar belum cukup sampai di sini, ia bahkan pernah
"mengontrol" sebuah pasukan padahal beliau sedang berkhutbah. Kisahnya
ketika ia berkhutbah, tiba-tiba ia berkata, "Hai pasukan! Bukit itu!
Bukit itu! Bukit itu!" seketika jamaah kaget. Sehingga suatu ketika
Ibnu 'Auf menanyakan perihal ini secara langsung. Dan apa jawab 'Umar?
"Begini, beberapa hari yang lalu, saya mengirimkan pasukan untuk
memberant6as segerombolan pengacau. Namun mereka terdesak dan
terkepung, satu-satunya jalan adalah melalui bukit yang berada di
belakang mereka. Maka saya pun berkata, 'Bukit itu! Bukit itu! Bukit
itu!' "
Ibnu 'Auf belum percaya hingga akhirnya pasukan yang dimaksud telah
kembali, dan komandannya menceritakan apa yang terjadi, "Suatu ketika
kami terkepung dan nyaris tak ada kesempatan untuk selamat. Namun
tibalah pada waktu shalat Jumat, dan kami mendengar sebuah suara,
'Bukit itu! Bukit itu! Bukit itu', suara itu terdengar jelas, dan kami
langsung mengerti, kami pergi ke bukit itu dan akhirnya dapat menguasai
keadaan."
Dan benarlah 'Umar.
Belum cukup di situ, suatu saat ketika ia hampir menemui syahidnya,
darah menyembur dari perut, ia memanggil beberapa sahabat, yaitu Zubair
ibn Awwam, Thalhah ibn Ubaidillah, Sa'd ibn Abi Waqqash, 'Ali ibn
Thalib, Abdurrahman ibn 'Auf serta 'Utsman ibn Affan. Ia memberikan
penilaian kepada mereka yang salah satunya akan menjadi penggantinya.
Di tengah menyemburnya darah ia membeberkan penilaiannya dengan cermat
dalam waktu yang tepat.
Sungguh, ia benar-benar memahami para calon penggantinya itu, ia benar-benarlah sahabat terindah dalam dekapan ukhuwah.
Ada yang menarik darinya tentang sebuah penilaian terhadap orang lain.
Ia memiliki tiga ukuran benarkah seseorang mengenali orang lain.
Pertama, "Apakah engkau pernah memiliki hubungan dagang atau hutang
piutang dengannya sehingga engkau mengetahui sifat jujur dan amanahnya?
Kedua, "Pernahkah engkau berselisih perkara dan bertengkar hebat
dengannya sehingga tahu bahwa dia tidak fajir jala berbantahan?"
Ketiga, "Pernahkah engkau bepergian dengannya selama sepuluh hari
sehingga telah habis kesabarannya untuk berpura-pura lalu kamu
mengenail watak-watak aslinya?"Dalam dekapan ukhuwah, ia mempunya
ukuran yang dalam dan penuh makna.
'Umar ibn Khaththab, sebuah nama yang menggetarkan.
Dakwah terang-terangan, hijrah terang-terangan, mengertakkan orang kafir serta munafik.
Ia keras, sangat keras. Namun ada masa di mana ialah manusia terlembut; saat memimpin.
Sungguh, benarlah apa kata 'Abdullah ibn Mas'ud,
"Islamnya 'Umar adalah kemenangan, hijrahnya adalah pertolongan, dan kepemimpinannya adalah rahmat bagi orang beriman."
Allahu akbar! Inilah dia, 'Umar ibn Khaththab Al Faruq!
Sebagai penutup, inilah sebuah ucapan kerinduannya akan sahabat-sahabatnya dalam dekapan ukhuwah,
"malam belalu,
tapi tak mampu kupejamkan mata dirundung rindu
kepada mereka
yang wajahnya mengingatkanku akan surga
wahai fajar terbitlah segera,
agar sempat kukatakan pada mereka,
'aku mencintai kalian karena Allah.' "
sumber: muhammadreynaldhie.blogspot.com
Baca selengkapnya »
0 komentar:
Posting Komentar
Bantu kami dengan cara berkomentar dengan baik di blog ini. agar blog ini tetap memberikan yang terbaik buat anda :) terimakasih